Surat part 1


Oleh : Alwi Atsagav



Hampa


Tak ada ruang yang mampu menggambar dalam lukis sendu sedan sebuah senyuman. Ia meringkuk pada peluk tak tersampaikan. Sebuah genggam semu, ia tertahan dalam tangis perpisahan. Arahnya menghilang, lakunya punah, jiwanya jengah, pikiran tak karuan, tak ada yang sanggup mengerti. Tentang jalan yang ia lalui, cobaan yang dihadapi. Berpuluh-puluh tangga ia daki, kaki yang rapuh, ego yang membunuh, semua sudi ia lewati tanpa basa bas, demi apa? Demi ia yang tak peduli. Begitu bodoh rasa yang menghampiri. Semua tertutup dalam lubuk yang begitu rapat. Rahasia yang dinikmati sendirian. Sampai saatnya ia bosan. Dalam kesendiriannya yang sempat ia tak pedulikan.
Kesunyian temannya berdiri, hening sahabat paling mengerti dan keramaian adalah dendam dan benci. Ia yang menghitung-hitung kenang, pada air mata yang sempat tumpah, pada pipi yang tak bersalah. Ia yang begitu tabah, menolak rasa. Memunafikan diri. Melupa pada hampa yang ia rasaa. Ia butuh, elaknya menguasai ego. Hingga sadarnya kembali, tangannya tak sanggup melambai, dalam rapuhnya perpisahan yang sempat melukai. Kakinya tak sanggup berjalan, saat lumpuh menandainya untuk pergi. ia yang begitu rapuh ingin dimengerti, ia butuh namun tak peduli. Sampai ia mengerti ia tak ingin lagi menikmati senidiri. Ia itu aku, penipu yang mencintai namun pelupa atas inginnya sendiri.


22:08

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi - Jeritan Seorang Petani -

Wisata Embung Kledung, Temanggung - Sebongkah Rindu Untukmu

Tanahku,Tanah Menempa Ilmu - Yayasan Syubbanul Wathon,Teglrejo Magelang