Pesan Terbuka



Ada yang lebih menyakitkan dari sebuah perpisahan, ia yang bertatap tapi mati dalam perasaan.  Yang berpura-pura baik-baik saja meski batinnya telah tercipta luka yang menganga. Yang membiarkan perasaannya hancur tanpa tersisa, yang melupa hakikat saling mengerti. Ibarat mawar pada tangkainya yang indah ia membiarkan lukanya dirasakan sendirian. Seperti itulah rasanya sekarang.  Membunuh seseorang dengan perasaan yang di biarkan berkeliaran. Memintanya jauh, membuat hatinya gaduh, membiarkan tangisnya lumpuh. Bahkan membuatnya mati dalam langkahnya sendiri. Andai semua tidak salah jalan, langkah yang awalnya sampai tujuan, tidak sempat mampir hanya untuk bertanya karena tersesat oleh jalan yang dianggapnya benar. Andai tidak salah tikungan, yang dianggapnya cepat, tidak harus menumpang hanya untuk sekedar membereskan keadaan.  Tapi, kembali.. Rasanya hidup akan biasa-biasa saja jika tidak ada hal yang dianggapnya sebagai ujian,  rasanya kita akan biasa-biasa saja tanpa berusaha untuk mendekat kepada Sang Maha PenciptaNya.

Dan kembali lagi,  Tuhan pun menciptakan sebuah perasaan dan manusia memiliki fitrah didalamnya. Hak-hak mereka yang harus dinikmati, hak-hak mereka yang tak harus dicampuri. Meski kadang kewajiban sering kali melupa ketika jalan begitu megah dihadapnya.  Kita tidak bisa menebak setelah ini kita akan bertemu siapa, akan belajar kehidupam dengan siapa?  Kita tidak tau.. , sebab ini diluar batas pemikiran kita.

Andai semua mengerti, andai semua tau, andai semua faham, tentang aku? Peluk yang ingin kurengkuh tak mampu menghangatkan keadaan, nasehat yang kudengar tak mampu mengubah segalanya, karena mereka penikmat keadaan bukan pelaku keadaan. Bagaiamana dengan aku?  Pelaku keadaan yang mau tidak mau harus berjalan sesuai dengan perintahnya.  Aku ingin berbicara, pada bahasa hati yang tak tersampaikan, pada bahasa tubuh yang sudah lusuh dilanda luka yang menyayat. Ini tentang sebuah pertemuan,  tentang sebuah pertemanan yang pernah terjalin, hingga terjebak dalam rasa nyaman yang salah. Hingga berakhir untuk saling menyakiti, dan melupa untuk saling memahami.  Hati siapa yang tidak sakit, kesalahan itu diulang-ulang hingga rasa bersalah terus-terusan mengiang, trauma yang dianggap biasa kini tumbuh jadi luka batin yang menyiksa.  Siapa aku? Siapa aku?  Siapa aku? Mengapa aku bisa begini?  Kenapa Tuhan menakdirkan aku seperti ini?  Apa ada yang tau? Tidakkan?  Kita ini hanya wayang, dan dalangnya adalah Tuhan. Kita tidak bisa menebak apa yang akan direncanakan untuk terjadi dihari kemudian.

Aku hanya ingin dimengerti, tentang hakikat hidup, kebebasan, dan hak maupun kewajiban. Hanya ingin diharhgai, tanpa melukai. Ingin disayangi tanpa harus ada yang membenci. Tapi sadarku belum pulih, nyawaku belum kembali, aku masih pelupa aku pernah menyakiti...

Tapi rasa tak akan mampu membohongi, bahwa saling membutuhkan masih tergambar meski mati dalam keadaan. Hidup itu adalah ujian, dan permasalahan. Tuhan memberikan ujian tidak mungkin tanpa alasan.


" salah satu resep kebahagiaan  adalah ketika kita berhasil memberi solusi atas masalah yang sedang kita hadapi tanpa saling menyakiti "

Temanggung,
18:09

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi - Jeritan Seorang Petani -

Wisata Embung Kledung, Temanggung - Sebongkah Rindu Untukmu

Tanahku,Tanah Menempa Ilmu - Yayasan Syubbanul Wathon,Teglrejo Magelang