Sebuah Puisi

Sebuah Kado

Pita-ku adalah doa
Yang kulilit pada kardus-kardus yang berisi pinta,
Bungkus-ku adalah rasa yang kutata hingga sedemikian rupa
Dan isi-ku adalah jutaan rindu yang kuabadikan melalui syair-syair yang bernafaskan tentangmu,
Dan kurir-ku adalah semesta, yang kutitipkan pada setiap lembar-lembar jiwa,
Agar kau mudah menerima, tanpa menunggu waktu tiba
Sebab mereka disekelilingmu,
Yang kupinta untuk menjagamu,

Dalam pangkuan semesta, aku membicarakan tentang-mu, tentang bagaimana pertemuan yang kuanggap biasa menjadikan keluarga yang membahagiakan- meskipun luka sering kali merajalela, namun dekapnya selalu memberi kehangatan disetiap petuah yang diberikan,
Kutuliskan doa-doa agar kau tak salah baca, pada tentang(ku)  aku ingin(mu) bahagia, sungguh-sungguh aku menginginkannya. Senyum yang tergambar jelas, Tawa yang tak dibuat-buat, dan hati yang terbuat dari emas- dihari-hari yang aku tunggu kedatangannya, setiap fajar hingga senja kembali pulang.

Dalam pilar yang kuatasnamakan gebyar,
Dan pada cangkir yang kuanggap sebagai teman,
Dinner kali ini sungguh menenangkan, kita beda peraduan namun satu perasaan.
Menginginkan temu di langit-langit rindu, sekedar memaknai temu dengan segelas cangkir candu
Kopi- yang selalu kubuat penuh dengan drama, sebab aku tak ingin kopi lain menemanimu saat kau bersamaku, meskipun kita satu atap dikedai kopi yang sama,
Egois ya- tapi dengan begitu, saat kau menyeduh kopi dimana saja, kau akan mengingat aku, sebagai rasa yang tumpah pada pahitnya kopi, dan manisnya gula yang menyatu membentuk rindu.
Entah, beribu-juta detik aku menguji itu, sebagai seseorang yang kutemui hari ini,
Kau begitu menawan hatiku, disudut kota dimana peluh tangis pernah terbaca pada langit-langit senja berada.
Oiya, setelah lama berkelana aku meminta ijin, untukmu
Dari aku untukmu
Ini tentang bagaimana semesta mengajariku berbagai hal tentang sikap manusia, melalui(mu) aku tahu, mana yang layak disebut manusia. Sebab -tugas manusia adalah memanusiakan manusia, aku beruntung ditemukan olehmu, meski dalam pertemuannya kita adalah ujian, yang hanya sekedar menetap namun tak bertahan. Layaknya dunia dan seisinya, fana.

Tertulis
Temanggung,
22:45

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi - Jeritan Seorang Petani -

Wisata Embung Kledung, Temanggung - Sebongkah Rindu Untukmu

Tanahku,Tanah Menempa Ilmu - Yayasan Syubbanul Wathon,Teglrejo Magelang